Friday, December 27, 2019

Mengulik 7 Kesalahan Fatal yang Pernah Saya Perbuat ketika Jadi Mahasiswa

kesalahan ketika jadi mahasiswa

Dalam kurun empat tahun yang saya habiskan untuk menimba ilmu di perguruan tinggi, nggak terhitung berapa banyak keputusan-keputusan buruk yang sudah saya ambil secara sembrono.

Keputusan-keputusan tersebut sekarang bikin saya gigit jari karena menimbulkan penyesalan yang mendalam, hiks 😢

Supaya teman-teman nggak terjebak di lubang penyesalan yang sama seperti saya, semoga kalian bisa ambil pelajaran dari 7 kesalahan fatal yang pernah saya perbuat ketika jadi mahasiswa.


1. Jadi mahasiswa "kupu-kupu


Pernah dengar istilah yang satu ini?

Di dalam bahasa Inggris, ada satu istilah bernama "social butterfly". Kalau diartikan secara harfiah, social butterfly adalah individu-individu dengan kehidupan sosial yang memuaskan.

Ibarat kupu-kupu, si serangga bersayap warna-warni yang terbang menghinggapi satu bunga ke bunga lainnya, social butterfly merupakan perwujudan dari orang-orang yang bersemangat banget dalam menjalin interaksi dengan orang lain. Nggak jarang pula kalau sebagian besar dari mereka cenderung berkepribadian ekstrovert.

Mereka nggak pernah canggung buat join kelompok pertemanan yang satu dan yang lainnya, karena emang itulah aktivitas kesukaan mereka: menjalin relasi dengan banyak orang.

Tapi, mahasiswa kupu-kupu justru sebaliknya.

Di sini, kupu-kupu merupakan singkatan dari "kuliah-pulang, kuliah-pulang". Udah bisa nangkep 'kan kenapa mahasiswa kupu-kupu dan si social butterfly ini bagaikan langit dan bumi?

Dulu, saya asik banget mencibir di belakang punggung teman-teman yang doyan ambil bagian dalam bermacam-macam kegiatan kampus: ada yang jadi panitia penyelenggara hari ulang tahun (HUT) jurusan, anggota unit kegiatan mahasiswa (UKM) di bidang tari tradisional ... dan nggak tanggung-tanggung: ada juga yang berani mencalonkan diri sebagai the next president of Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat universitas (gokil nggak, tuh?)!

"Halah, apa sih bagusnya ikut gitu-gituan? Pasti ujung-ujungnya juga jadi budak korporat!" ledek saya waktu itu sambil ketawa-ketiwi.

Sadis banget, 'kan?

Sekarang, gimana pendapat saya soal temen-temen yang rajin berorganisasi di kampus dulu? Hmm ... saya iri sama mereka. Bukan sekadar iri biasa, tapi iri buanget! 😣

Berkat kegiatan-kegiatan sosial yang mereka ikuti, temen-temen saya jadi punya skill komunikasi yang mumpuni.

Saya perhatiin sebagian besar dari mereka adalah mahasiwa yang supel, bisa beradaptasi dengan cepat di lingkungan baru, dan cerdas menyesuaikan diri sama orang-orang di sekitar mereka.

Wah, pokoknya berbanding terbalik deh sama saya! Hihihi ...

Karena keterampilan sosial saya yang a la kadarnya saja, saya sering banget kebingungan memilih topik apa yang pas dibicarakan dalam situasi-situasi tertentu. Karena nggak pandai memulai percakapan, orang-orang di sekitar saya pun ogah menjalin pertemanan dengan saya.

Akhirnya, bisa kalian tebak, selama bertahun-tahun jumlah teman saya nggak melebihi hitungan jari di satu tangan.

What a loner I am 😩

2. Nggak memanfaatkan fasilitas kampus dengan benar


Perguruan tinggi itu beda banget dari SMA.

Perbedaannya dilihat dari segi apa aja, sih? Hmm, banyak!

Tapi, salah satu yang membuat saya terkagum-kagum adalah lengkapnya fasilitas yang disediakan bagi mahasiswanya.

Bicara soal universitas saya sendiri nih, ada beragam fasilitas yang bikin saya takjub setengah mati.

  • Ada shuttle bus untuk memudahkan mahasiswa berpindah kampus (kebetulan kami memiliki 3 kampus di dalam satu kota yang jaraknya lumayan berjauhan).
  • Pusat layanan kesehatan di tiap kampus.
  • Tiga perpustakaan dengan koleksi super lengkap untuk semua bidang keilmuan.
  • Konsultasi karier dan pembinaan bisnis.
  • Rumah sakit universitas.
  • Dan masih banyak lagi yang lainnya yang mungkin bakal bikin teman-teman ngiler mendengarnya 😝

Sebagian besar fasilitas ini bisa diakses mahasiswa secara percuma, alias tidak membebankan biaya sepeser pun!

Udah tahu gratisan, kenapa saya nggak memanfaatkan semuanya dengan betul-betul, ya? Padahal, fasilitas itu ada supaya digunakan oleh mahasiswa demi meningkatkan peforma akademik dan non-akademik mereka.

Lagi flu atau nggak enak badan?

Dateng aja ke pusat layanan kesehatan. Cukup tunjukin kartu tanda mahasiswa (KTM), saya bisa memperoleh pemeriksaan gratis oleh ahli kesehatan profesional, pun diberi obat supaya lekas sembuh.

Kurang paham sama kuliah yang disampein dosen di kelas?

Belajar aja di perpustakaan! Bukunya beragam, nggak terbatas pada terbitan penulis lokal semata. Kalau butuh hiburan murah-meriah harusnya saya bisa sesekali numpang WiFi buat streaming atau pinjam pulang majalah dan novel. Lumayan 'kan, jadi ada bahan bacaan asik di rumah!

Tuh 'kan, nggak terkira besarnya manfaat dari menggunakan fasilitas kampus!

Coba aja saya lebih sering eksplor tentang fasilitas-fasilitas yang ada di kampus saya, pasti performa belajar saya bisa dapet acungan jempol dari dosen, hehe.

3. Malas mengikuti program magang


Saya nggak pernah sekali pun mengikuti program magang.

Di balik keputusan bodoh ini, saya beralasan karena khawatir kalau-kalau indeks prestasi kumulatif (IPK) saya akan menurun akibat nggak pandai membagi waktu untuk bekerja magang dan belajar.

Sekarang, saya jadi demen marah-marah menyesali keputusan saya itu.

Andai saya mau menetapkan niat, masalah manajemen waktu bukan jadi isu besar yang akan mencelakai IPK saya.

Justru saya bakal belajar trik baru bagaimana membagi waktu dengan baik. Dengan begitu, saya pasti sudah berhasil mengikuti satu-dua program magang bersertifikat selama kuliah.

Pun lagi, liburan saya bisa jadi lebih produktif karena saya nggak cuma duduk diam di rumah memelototi timeline Instagram.

Jelas-jelas kebiasaan ini nggak membantu saya untuk mencari perusahaan yang bersedia menerima calon karyawan minim pengalaman seperti saya! 😝

4. Takut mengenal kakak tingkat


Sebagai adik tingkat, entah kenapa saya selalu memasang sikap waspada tiap kali mengawasi salah seorang senior melenggang bebas di depan saya.

Di mata saya, mereka selalu tampak garang dan mengerikan, seolah-olah mereka bakal "menerkam" saya kapan pun jika saya lengah! 😵

Kalau memang benar begitu, kenapa teman-teman saya yang berlabel social butterfly itu bisa dengan gampangnya menjalin relasi dengan mereka tanpa takut "diterkam", ya? Hihihi, ada-ada aja, deh!

Yah, terlepas dari konyolnya alasan saya itu, saya sudah kehilangan harapan untuk menjalin koneksi dengan mereka sekarang.

Padahal, relasi itu amat penting di dunia kerja nanti, karena rekan-rekan saya bukan cuma teman seumuran saja, melainkan orang-orang dengan latar belakang usia yang berbeda-beda pula.

Karena nggak terbiasa berinteraksi dengan bermacam-macam individu sejak dini, kini saya sendiri yang merugi.

5. Menghindari tantangan


"Kalau ada jalan pintas, kenapa harus repot-repot menempuh perjalanan panjang?"

Kalimat ini paling sering terceletuk dari mulut saya ketika saya harus dihadapkan dengan kuis dan tugas-tugas individual.

Daripada susah payah bikin rangkuman sejak dua minggu sebelumnya, saya justru mengandalkan sistem kebut semalam (SKS) sebagai metode belajar "andalan".

Ketimbang melakukan riset menyeluruh demi menyusun esai (paper) yang berbobot, saya gampang berpuas diri dengan hasil browsing sekenanya.

Andai saya mau mengerahkan sedikit lagi usaha, ditambah dengan sepercik keberanian buat mengambil jalan yang agak memutar (walaupun lebih jauh jaraknya menuju tujuan akhir), saya yakin tantangan yang sulit itu nggak akan ada apa-apanya begitu saya memperoleh reward yang memuaskan di garis finish 😎

Merangkum berbab-bab materi kuliah hingga menjadi satu catatan yang utuh emang membutuhkan waktu yang nggak sedikit, tapi berkat proses yang nggak singkat itu saya akan memahami apa yang udah saya pelajari dengan lebih baik.

100% ngeh dengan materi yang diujikan = 100% kepercayaan diri meningkat untuk melibas segala macam soal = memperoleh nilai kuis/ujian baik

Mengumpulkan sedikitnya 10 artikel jurnal sebelum mulai menulis esai emang melelahkan, tapi kerja keras itu bakal terbayarkan begitu nilai sempurna tercetak di atas kertas.

100% yakin dengan argumen yang dicetuskan = 100% kepercayaan diri meningkat untuk mempresentasikan hasil observasi = memperoleh nilai esai yang bagus

Sebaliknya, apa yang terjadi dengan saya yang selalu menghindari tantangan ini?

Asal dosen saya tidak memberikan abjad D di lembar IPK saya, nilai pas-pasan bukan masalah besar kok!

Tapi, ya gitu, deh ... keterampilan saya nggak berkembang sama sekali, mandek di tempat karena ketakutan yang nggak jelas!

6. Nggak menyempatkan diri untuk menekuni hobi


Sejak kecil saya hobi banget menggambar. Kegemaran ini saya tekuni sampai saya masuk kuliah.

Tapi, lambat-laun saya mulai ninggalin hobi yang satu ini dengan dalih saya udah terlalu capek menghadiri kelas.

Di waktu senggang, satu-satunya kegiatan yang pengin saya lakoni adalah bergelung di atas kasur tersayang 😳

Yup, and another session of Instagram scrolling, hihihi!

Selain itu, saya nggak menganggap hobi saya yang satu itu memiliki keterkaitan dengan jurusan saya. Kalau dipikir-pikir, apa dampak positif dari corat-coret nggak karuan terhadap pemahaman saya soal ilmu linguistik?

Secara pribadi, ini kesalahan terbesar yang saya buat.

Saya selalu meyakini bahwa menggambar adalah cara yang paling cocok bagi saya untuk melepas penat.

Meskipun lelah secara fisik, tapi berkat hobi ini pikiran saya dapat terbebas dari segala tekanan selepas saya menggoreskan pensil warna-warni di atas kertas.

Dengan jadwal kerja lepas yang gila-gilaan seperti sekarang, siapa sangka rupanya saya telah benar-benar kehilangan waktu untuk mengeksplor minat saya.

Satu kata buat menggambarkan perasaan saya saat ini: cyedih bingits, guys! 😭

7. Menerapkan sistem manajemen uang yang buruk


Bicara soal duit, saya bisa bilang kalau saya ini terlahir sebagai seorang "spender". Bahasa kerennya, sih: tukang buang-buang duit! 😆

Punya duit dikit, belanja.

Dapet uang saku tambahan dari mendiang Mama, pergi wisata kulineran bareng teman.

Pokoknya, uang yang saya punya selalu datang dan pergi begitu saja!

Akibatnya, begitu lulus saya nggak punya tabungan sepeser pun untuk menanggung biaya hidup saya selama saya belum bekerja.

Alhasil, saya terus aja bergantung pada Bapak. Padahal saya juga tahu bahwa penghasilan Bapak pas-pasan.

Saya makin mantap kalau yang namanya anggaran uang a.k.a budget itu penting-ting-ting. Semakin cepat saya punya budget yang jelas maka makin aman status finansial saya!

Aih, sekarang saya jadi kangen sama semua yang udah saya hamburkan dengan serampangan 💸

Final note


Secara garis besar, ada tujuh kesalahan yang saya perbuat ketika jadi mahasiswa; dan kekhilafan ini bikin saya tersiksa banget sekarang!

  1. Jadi mahasiswa "kupu-kupu"
  2. Nggak memanfaatkan fasilitas kampus dengan benar
  3. Malas mengikuti program magang
  4. Takut mengenal kakak tingkat
  5. Menghindari tantangan
  6. Nggak menyempatkan diri untuk menekuni hobi
  7. Menerapkan sistem manajemen uang yang buruk

Obviously, ada banyak mahasiswa lain di luar sana yang nggak seceroboh saya. I believe it!

Mereka nggak kenal yang namanya "sesal tiada guna" karena sedari awal mereka selalu berhati-hati dan memperhitungkan risiko dengan cermat.

Jelas-jelas kita butuh lebih banyak mahasiswa seperti ini, setuju ndak?

Anyway, kekeliruan yang terjadi di masa lalu itu nggak mungkin diperbaiki.

Tapi, dengan belajar dari pengalaman yang ada, saya akan berhati-hati supaya terhindar dari kecenderungan untuk membuat keputusan yang sama buruknya.

Apa pun kesalahan yang pernah kamu perbuat, maafkan diri sendiri dan jangan terpuruk dalam lubang penyesalan.

At the end of the day, kamu cuma bisa mengandalkan dirimu sendiri supaya berhasil sepenuhnya kabur dari bayang-bayang kesalahan di masa lalu yang menjebak.

Kemudian, lekas bangkit kembali membuka lembar kehidupan yang baru 😊

Until then,

XOXO.




Photo by Nathan Dumlao on Unsplash

7 comments:

  1. Belajar kebut semalam itu aku banget dulu sblm ujian, malah kadang bisa kebut sepagi, baru belajar pagi sebelum brangkat ujian 😅 Klo dipikir2 parah juga..

    Btw setuju bgd sama poin2 di atas kak, terutama buat aktif ga hanya yg berhubungan dg mata kuliah aja. Enatah ikut kegiatan kemahasiswaan, atau ikut komunitas sehobi. Kita bakal belajar banyak dr situ, ilmu yg ga akan dpt di ruang kelas. Jd inget dulu klo Ukm aku ada kegiatan bisa bikin pulang dini hari 🤭

    ReplyDelete
  2. Wah, ternyata nomor satunya... Alhamdulillah saya seneng banget ikut organisasi di kampus. Dan belum sampai lulus udah ngerasain banyak keuntungannya..

    Salam kenal kak hehehe

    ReplyDelete
  3. Sepertinya saya juga melakukan 7 hal di atas. Alhamdulillah tidak ada penyesalan lagi. Memang di dunia kerja soft skill juga penting. Seringnya malah IPK tidak begitu dipandang. Semangat ya Ristra... Semoga semua baik-baik aja ke depannya. Amin...

    ReplyDelete
  4. Semangat semangat jangan kebanyakan menyesal dan sedihnya. Saatnya move on! Jangan sampai waktu yang kemarin sia sia gara gara salah ambil keputusan sekarang waktunya terbuang percuma lagi hanya untuk meratapi nasib dan menyesal! Ayo gerak dan lakukan perubahan. 😊

    ReplyDelete
  5. Lho, baca artikel ini kok kayak lagi ngomongin saya yah?

    Saya gak jauh beda sama mba Rista, 6/7 poin di atas mirip banget sama saya, cuma bedanya saya rajin menabung dan pintar pegang uang, fufufu

    Kadang iya juga sih lumayan nyesel gak sempat 'menikmati' masa-masa jadi mahasiswa. Saya merasa kurang all-out, baik dalam hal belajar maupun bergaul di lingkungan elite kampus. Yang saya ingat, kuliah itu ya isinya futsal, DOTA, nonton, sama ngobrol ngalor-ngidul aja di kosan.

    Alhamdulillahnya sih masih bisa lulus dengan baik meski gak banyak yang bisa dicantumin di CV. Cuma kadang-kadang saking cepatnya berlalu sampai gak berasa tau-tau dah lulus. Lha kuliahnya kapan ya? kekeke

    ReplyDelete
  6. Gambar lagi, Mbak...saya dulu juga suka menggambar, sampai sekarang ding kalau inget bisa ngabisin waktu seharian. Tapi, belakangan saya memang memilah mana yang harus dikerjakan dan mana yang sekadar ditengok sesekali aja :D

    ReplyDelete
  7. Gak papa, hidup kan ga sesempit dunia kuliah aja, hehehe. Kuliah cuma 4-5 taun, sisanya kita masih punya waktu untuk berbenah diri pasca perkuliahan.
    Misalnya untuk menebus dosa poin 1, kita cari komunitas apaaa gitu dan aktif disana. Mial : komunitas blogger, komunitas marketplace, komunitas pedagang dll.

    Mungkin awalnya kerasa kayak "buang2 waktu, buang2 duit", tapi serius deh, selain nambah koneksi, nambah ilmu komunikasi juga berfaedah sekali untuk hidup kita ke depannya.

    ReplyDelete

Pssst: menulis komentar yang bijak dan enggak mengandung unsur SARA itu keren, lho. Cobain, deh.

Artikel Terkait